Rabu, 15 Juni 2011

Kentut

Cast : Deddy Mizwar, Ira Wibowo, Keke Soeryo, Cok Simbara, Iis Dahlia, Rahman Yakob, Hengky Tornando, Anwar Fuady
Director : Aria Kusumadewa
Realese Date : 1 June 2011

Rate 1-5 : 4 Bintang

Rasanya baru kemaren gue nyinggung soal hal mendasar dari sebuah afilm. Yakni, ada tiga macam perbedaan yang mendasar terhadap sebuah film. Pertama, lahir sebuah film yang berkualitas namun terasa berat untuk disukai penonton. Kedua, film yang hanya berdiri sebagai film yang menghibur bagi penontonnya namun dari segi kualitas masih atau bahkan dikatakan tidak berhasil. Ketiga, film tersebut dari segi hiburan maupun kualitas berhasil dengn baik dipadukan sehingga film tersebut bisa diminati penonton atau di serbu penonton.

Setelah kemenangannya sebagai “Sutradara terbaik” dan “Film Terbaik” lewat “Identitas” di Festifal Film Indonesia tahun 2009, Aria Kusumadewa kembali dengan drama komedi berkolaboroasi dengan Citra Sinema.



Film yang mengangkat politik sebagai tema utamanya, gue rasa salah satu film yang berhasil di tahun 2011, sejauh ini. Dari awal kemunculannya ketika promosi, film ini sudah sangat menggelitik dengan judul “Kentut”. Tentu kita bingung. Sebenarnya apa yang terdapat dalam filmnya sehingga judulnya sampai sekocak itu. Pertanyaan gue terjawab setelah menikmati film ini. Film yang berhasil menggambarkan hingar-bingar dunia politik.




Aria Kusumadewa mampu meramu adegan demi adegan dengan sangat. Dialog-dialog serta istilah-istilah sepanjang filmnya sangat memukau, membuktikan betapa cerdasnya naskah film ini. Temakentut yang dipadukan dengan politik benar-benar berhasil dibangun, gue puass. Di tambal dengan akting seluruh cast yang berjaya di masing-masing tokohnya. Belum lagi bumbu komedi yang di suguhkan di film ini, bisa gue bilang berhasil. Untuk sinematografi mungkin bagi banyak orang agak jadul, tapi menurut gue disini ciri khas Aria yang sebelumnya juga ditunjukkan di “Identitas”. Tapidengan sinematografi sederhana filmnya bisa tampil menggigit.

Dari segi cast, duet Deddy Mizwar dan Ira Wibowo serta Ira Wiboeo dan Cok Simbara yang menggelitik mampu membuat penonton tertawa puas didukung dengan pelakon lain yang tampil pas sesuai porsinya.Jelas, prestasi Cast director dalam hal ini.



Prediksi peluang film ini di bioskop, 50:50. Judulnya menggelitik dan bisa mengundang penonton, tapi kalo gue ngerasa ga rugi meskipun nonton film ini di hari weekend dimana tiket-tiket di bandrol lebih mahal dari harga biasanya karena, menonton “Kentut” ibaratnya memakan kue lapis karamel. Membuat penonton seakan ingin terus dan terus menikmati setiap lapisannya hingga habis.

Semoga dengan hasil maksimal menggabungkan drama dan komedi, “film serius” ini bisa mengundang animo masyarakat, sehingga produksi film-film berkualitas lainnya akan bertambah dan bisa menggusur film esek-esek yang semakin marak. Bravo perfilman Indonesia!


Pelet Kuntilanak

Cast : Debby Ayu, Cinta Dewi, Angie Yulia, Billy Davidson, Billy As, Yudha Putra
Director : Koya Pagayo
Release Date : 1 June 2011
Rate 1/5 : Ga masuk kategori bintang

Menyedihkan rasanya, ga ada satupun nilai lebih yang gue dapet dari film ini. Selama 1 jam film diputer gue berusaha nyari apa yang bisa jadi alasan film ini untuk ditonton. Gue tau film ini Cuma berdurasi 75 menit. Maka dari itu, 15 menit sisanya gue pasrah.Hasil akhirnya, yah sudah tertebak.   Monoton dan mengecewakan.




Di menit awal film dibuka beberapa figuran dan pemain yang memperlihatkan kepayahan skenario. Kolaborasi yang pas antara pemain yang seperti tidak melewati proses readingplus skenarion kebutan. Filmnya Layaknya dibuat secara kilat untuk menghemat biaya produksi dan cepat-cepat tayang di bioskop. Emang sih ada bebrapa film yang dibuat dengan waktu singkat dan secara gamblang mengaku untuk menghemat biaya produksi, tapi buktinya film “Pocong 2” pun yang  dibuat dalam waktu 1 minggu bisa menunjukkan kualitasnya. Malah disebut-sebut salah satu film horror yang sukses secara kualitas. Jelas ini Cuma persoalan ketelitian sineas itu sendiri.

Koya atau Nayato masih setia dengan formulanya sendiri, yakni sosok hantu yang demen ngilang-ngilang ga jelas. Koya terpaku akan alur dan setting yang membosankan sehingga filmnya terkesan dibuat secara terburu-buru tanpa memperhatikan detail-detail filmnya sendiri. Bukan sesuatu yang fatal bagi penonton awam, tapi buat penonton kayak gue justru detail-detail tersebut yang bikin gue slalu dan slalu membuat review bernada sejenis setiap kali membuat review film Koyato (Koya-Nayato)



Entah mengapa pula, dengan cara bertutur demikian gue lebih sreg kalo judul “Pelet Kuntilanak” diganti dengan judul “Pelet Celana Dalam”. Gue kurang bisa ngerti gimana ceritanya mbak kunti diseret-seret dalam film ini (yah meskipun yang neror tokoh-tokohnya emang kuntilanak). Apa motifnya pun ga jelas. Sosok kuntilanak dihubung-hubungkan dengan persekutuan celana dalam. Jelas, ini ga masuk akal gue. Ngaco-lah..

Mengikuti alur film ini, jujur cuma bikin pusing. Filmnya terseok-seok akibat skenario basi. Castnya pun mengecewakan. Jadinya film ini ga lebih dari pengulangan film-film Koyato yang telah terlebih dahulu dirilis. Keabisan ide dan akhirnya semakin kesini semakin ngaco.


Kecacatan tak lepas dari awal film sampai di kredit title pun terjadi. Tulisan “mamaksa” yang seharusnya “memaksa” tak bisa ditolerir. Apalagi tulisan ini muncul sebagai pesan dari filmnya sendiri. Bener-bener jeli nih mata gue. Sampai-sampai detail-detail pun gue pantengin. Dan begitu akrabnya pun gue dengan film-film Koyato =D

Finally, gue rasa “penasaran” adalah hal utama untuk menonton film ini. Ga ada alesan lain untuk nonton film yang entah keberapa kalinya melibatkan sosok ‘kuntilanak’ sebagai jualannya. Lantas adakah alasan lain yang membuat film ini layak buat ditonton? Gue rasa, ga ada. Dari cast, cerita yang diusung, sampe hal yang yang lebih spesifik pun ga ada.