Selasa, 29 November 2011

Review : Arisan 2 (2011)

Kalyana Shira Films
Cast : Tora Sudiro, Cut Mini Theo, Rachel Maryam, Aida Nurmala, Surya Saputra , Rio Dewanto, Sarah Sechan, Atiqah Hasiholan, Adinia Wirasti, Edward Gunawan, Ria Irawan 
Release Date : December 01, 2011
Director : Nia Dinata

Rate Description :
0 : Rubbish - 1 : Dissapointing - 2 : Ordinary - 3 : Good - 4 : Very Good 5 : Recomended!

Rate : 4,5

Berakhir dengan ending yang manis, tidak banyak yang menduga Arisan 1 akan dilanjutkan untuk dibuat sekuel. Arisan 1 dirilis begitu apik 8 tahun lalu berhasil menjadi salah satu ikon film komedi dan membawa pulang Piala Citra FFI 2004 sebagai film terbaik dan 4 piala di kategori pemeran utama pria, pemeran pendukung pria, pemeran pendukung wanita, dan penyunting terbaik. Keberhasilannya pun diikuti Arisan The Series yang ditayangkan salah satu TV swasta. Kala itu Arisan menuai banyak pujian baik dari kalangan kritikus maupun awam. Masih setia dengan cast di film Arisan1, kini Arisan 2 diperkuat dengan aktor-aktris pilihan. Atiqah Hasiholan, beberapa kali dinominasikan dalam ajang perfilman. Sarah Sechan yang di setiap filmnya tampil mencuri perhatian, dan Rio Dewanto, model sekaligus aktor pendatang baru yang sampai saat ini sedang diperhitungkan. Ditambah Ardinia Wirasti, aktris peraih piala citra. Jelas mereka semua bukan aktor-aktris sembarang. Mereka menyatu dalam membuat sebuah tontonan komedi yang segar.




Kalau di Arisan 1, cerita terfokus pada orang-orang yang berusaha melupakan masalah dan berpura-pura bahagia, menipu orang lain, bahkan menipu diri mereka sendiri untuk menghadapi kenyataan hidup, Arisan 2 mencertikan kelanjutan hidup tokoh Meimei, Sakti, Nino, Andien, dan Lita yang mengalami banyak perubahan.




Perubahan penting tak terhindarkan, seperti kematian suami Andien, perceraian Meimei, penolakan Lita terhadap institusi perkawinan, walaupun dirinya memilih untuk membesarkan anak yang dikandungnya. Sampai pada stagnansi hubungan sesama jenis Sakti dan Nino yang akhirnya membuat mereka memutuskan untuk berpisah dulu. Kemunculan dokter Joy (Sarah Sechan), ahli bedah plastik dengan financier nya Ara (Atiqah Hasiholan), menjadi obat bagi ibu-ibu Arisan Jakarta. Bahkan penulis yang dulu suka mengkritisi ibu-ibu ini, Yayuk Asmara (Ria Irawan) sekarang berubah haluan, justru mengeruk keuntungan dengan menulis biografi mereka. Kemunculan Octa (Rio Dewanto), sebagai pria muda tampan juga meramaikan 'social scene' Jakarta. Sampai suatu titik, Sakti, Andien, Lita dan Nino, dihadapkan pada kenyataan bahwa Meimei menutupi kanker yang menggerogoti dirinya, ia tidak sekedar berlibur di pulau.  Lalu berkumpullah mereka, untuk mengatur strategi mendatangi Meimei dan membongkar rahasianya.




Membuka mata dan sangat entertaining, filmnya berjalan nyaris sempurna. Tidak memerlukan penonton yang harus berfikir untuk memengerti filmnya. Bukan suatu masalah, penonton sudah atau belum menyaksikan prekuelnya, Arisan 2 tetap bisa dinikmati tanpa harus flashback ke-8 tahun yang begitu cukup lama, meski diakui secara garis besar, penontonnya adalah orang-orang yang penasaran akan kelanjutan film drama-komedi karya Nia Dinata ini.




Kemunculan tokoh-tokoh baru, terasa menjadi magnet penting dalam film ini. Tanpa Sarah Sechan, karakter Dokter Joy tentunya akan berbeda jika perannya diberikan kepada artis lain. Kehidupan yang glamour yang dibangun pada tokoh Ara yang dimainkan Atiqah Hasiholan, dan tokoh Octa seorang gay yang mendampingi Nino diperankan Rio Dewanto, mampu mencuri perhatian dan memperkuat tokoh-tokoh yang sebelumnya telah ada.





Tak hanya itu, Arisan 2 menggambarkan kekayaan wisata yang ada di Indonesia, Candi Borobudur dan Lombok yang berhasil diekplor dengan pas. 8 tahun yang tidak menjadi hambatan untuk sang kreator untuk melanjutkan filmnya dan mempertahankan kualitas yang sudah dibangun. Disinilah, kualitas serorang filmmaker dibuktikan. Nia Dinata dan segenap crewnya mampu menyelesaikannya dan terbukti berhasil. Keputusan yang diambil sangatlah tepat. Dimana film ini juga dapat menjadi obat bagi para fans film Arisan.





Dari sisi cast, Cut Mini, Tora Sudiro, Surya Saputra, serta Rachel Maryam menyelesaikan PR mereka dengan baik. Mereka tidak kehilangan chemistry meski jarak syuting antara film inu dengan film terdahulunya cukup memakan waktu yang tidak sebentar. Tapi entah mengapa, Aida Nurmala, pemeran tokoh Andien, yang nampak paling gemilang diantara cast utama dalam film ini. Tidak berlebihan rasanya jika ia seolah ingin memberi tahu kepada siapa saja yang menonton, bahwa siapa sebenernya seorang Aida Nurmala. Aktris pendukung di beberapa film yang kualitasnya terjaga sejak Arisan 1, sampai Arisan 2 selesai.




Dan, bukan sesuatu hal yang tabu jikalau penonton Arisan 2 membandingkan dengan film sebelumnya sebelum akhirnya memutuskan seri mana yang mereka lebih favoritkan. Kalau saya pribadi beranggapan, Arisan 1 maupun Arisan 2 sama-sama memiliki nilai yang berbeda, dimana keduanya tidak bisa saya pisahkan karena memang keduanya memilik daya tarik satu sama lain. So, bagaimana dengan anda?

Sang Penari

Cast : Prisia Nasution, Oka Antara

Sabtu, 05 November 2011

Review : Pengejar Angin (2011)

Putaar Production & Pemprov Sumsel
Cast : Qausar Harta Yudana, Mathias Muchus, Wanda Hamidah, Lukman Sardhi, Agus Kuncoro, Siti Helda Meilita.
Release Date : November 3, 2011
Director : Hanung Bramantyo

Rate Description :
0 : Rubbish - 1 : Dissapointing - 2 : Ordinary - 3 : Good - 4 : Very Good 5 : Recomended!


Rate : 2,5

Minim promosi dan tidak terdengar proses pembuatannya, film berbandrol sutradara besar Hanung Bramantyo dirilis. Sebelum menyaksikan film ini, setidaknya ada dua alasan yang bertentangan untuk menonton atau tidak menonton film ini. Alasan menontonnya jelas karena sutradaranya adalah salah satu dari pencetak film berkualitas. Namun dari segi visual, poster filmnya terasa kurang greget. Promosinya yang kurang bergaung menjadikan nilai kurang untuk menontonnya. Apalagi sekarang bioskop tengah dibanjiri film hollywood yang begitu menggoda. Jelas menjadi suatu kebingungan untuk memutuskan apakah menonton film ini atau memilih film hollywood dengan hasil akhir yang lebih menjanjikan. Namun akhirnya saya putuskan untuk menonton filmnya.



Di sebuah kampung di daerah Lahat Sumatera Selatan, tinggal seorang remaja bernama Dapunta (Qausar) yang sebentar lagi akan lulus SMA dan harus menentukan ke mana masa depannya harus melangkah. Ibu Dapunta (Wanda Hamidah), sebenarnya sangat ingin agar Dapunta yang cerdas, melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah, tapi masalahnya sang Ayah (Mathias Muchus) menentangnya. Ayahnya itu lebih menginginkan Dapunta yang dikenal sebagai pengejar angin, julukan bagi pelari tercepat di kampung itu, untuk melanjutkan jejaknya sebagai pemimpin dari para Bajing Loncat di Kampung mereka. Sampai suatu hari, Dapunta memberanikan diri untuk mengatakan kepada ayahnya bahwa ia mempunyai mimpi. Dan untuk itu, ia harus sekolah. Ia harus kuliah. Dengan cara apapun. Dibantu oleh Nyimas, cinta pertamanya, Pak Damar (Lukman Sardhi), seorang guru muda berbakat yang melihat potensi yang tak terbatas dari Dapunta, dan juga Husni sahabatnya, Dapunta pun mulai mengejar mimpinya. Sayangnya itu semua tidak mudah. Selain kenyataan bahwa ia adalah anak seorang bajing loncat yang kemudian membuat ia dibenci oleh teman sekolahnya, ia pun juga harus berhadapan dengan Jusuf, rival sejatinya. Jusuf yang juga sama cerdas dan berbakat dengan Dapunta, sejak awal memang sudah membenci Dapunta. Ia tidak menyukai kenyataan bahwa ada orang lain di sekolah itu yang mampu menandingi kecerdasannya. Ia pun dengan sekuat tenaga mencoba untuk membuat hidup Dapunta menjadi sulit. Belum lagi, kepala sekolah yang tidak simpatik dan tidak peduli dengan potensi murid-muridnya, ikut membuat mimpi Dapunta semakin penuh dengan rintangan. Namun Dapunta tidak menyerah. Apalagi ketika Coach Ferdy (Agus Kuncoro), teman lama Pak Damar yang juga seorang pelatih lari nasional dari Jakarta melihat bakat Dapunta yang sesungguhnya. Pemuda berjuluk “pengejar angin” ini pun akhirnya menemukan jalan lain menuju mimpinya (21cineplex.com)



Diawal film, penonton disuguhi adegan yang begitu gelap yang menjelaskan karakter ayah sang tokoh sentral. Cukup berhasil walaupun mungkin kurang menarik penonton. Film kemudian bergerak ke tokoh Dapunta yang menjalani kehidupan dan perjalanan mewujudkan cita-citanya. Didalam filmnya juga tidak lepas dari masalah sosial budaya yang sudah sangat sering ditampilkan di film-film rilisan Indonesia. Dalam hal ini tokoh Dapunta yang memiliki rival, seorang siswa yang juga termasuk pintar disekolahnya. Filmnya berjalan meceritakan persaingan yang terjadi antara tokoh Dapunta dan Jusuf.



Secara keseluruhan, cast cukup apik dalam membangun emosi dan memainkan karakter masing-masing. Mathias Muchus tampil rapi. Begitupun dengan Qausar Harta Yudana sang tokoh utama, Lukman Sardhi dan aktor pendukung lain yang dapat menyatu. Pemilihan cast yang bisa dibilang sempurna. Emosi yang disampaikan Qausar meyakinkan penonton dan menjelaskan apa yang ada dalam karakternya dilakukannya dengan baik. Filmnya membuat penonton terjaga untuk terus mengikutinya. Alasan tidak menonton filmnya dikarenakan tampilan luar yang kurang menarik, terpatahkan. Namun, jujur tidak ada hal yang baru yang ditawarkan film ini. Tokoh utama yang hidup dalam masalah ekonomi, dan bercerita tentang pendidikan, dan cita-cita. Tema sejenis tahun ini, belakangan di tampilkan dalam film karya John De Rantau‘Mestakung’, dan ‘Tendangan Dari Langit’ yang kebetulan juga di sutradarai oleh Hanung Bramantyo sendiri. Patut disayangkan, benar-benar tidak ada formula baru dari filmnya. Yang berbeda hanyalah tokoh, masalah, serta cara dari menyelesaikan cerita yang akhirnya happy ending. Selebihnya, semuanya terlihat seperti comotan.



Anggapan lain yang berhasil saya simpulkan adalah, film ini adalah film ngebut yang dikerjakan untuk persiapan Sea Games 2011 yang sebentar lagi akan ramai diperbincangkan negara seasia. Kabar baiknya adalah filmnya berhasil tampil tanpa kesan terburu-buru dalam pembuatan maupun penyelesaian saat menontonnya. Filmnya menginspirasi, dan ditujukan untuk membangkitkan semangat, tidak lebih. Dengan hasil akhir seperti ini, ‘Tendangan Dari Langit’ jelas masih jauh lebih unggul, namun film ini tetap berhak direkomendasikan untuk remaja yang bersandang ke bioskop sepulang sekolah, ketimbang memilih untuk menonton film dedemit dan kawan-kawan ataupun film Indonesiayang minim pesan moral :)