Jumat, 20 Mei 2011

BATAS (Antara Keinginan dan Kenyataan)

Directed : Rudi Soedjarwo
Cast : Marcella Zalianty, Arifin Putra, Ardina Rasti, Piet Pagau, Jajang C Noer, Marcell Domits, Alifyandra
Release Date : 19 May 2011

RATE (1-5):  3,5 Bintang

Menonton film memiliki beberapa alasan. Menonton karena suka akan bintangnya, menonton karena penasaran akan filmnya, menonton karena mengharapkan sesuatu dalam film tersebut, dan seabrek alasan lain yang membuat calon penonton akhirnya menonton film tersebut. Dalam hal ini, gue menonton film karena penasaran dan berharap akan sesuatu dari film yang di produseri langsung oleh Marcella Zalianty (Peraih Piala Citra FFI 2005). Itu yang bikin gue semangat, rela panas-panasan menuju XXI, demi sebuah film sampe akhirnya jadi review di blog gue. Ga heran kalo cara pandang, dan ekspektasi gue terhadap calon film, kadang berlebihan. Puas ketika film sesuai ekspektasi, dan Kecewa jika tak sesuai harapan. Hmm.. Ribet emang gue!



Sejujurnya, melihat trailer dan jajaran pemain di film ini, gue sangat sangat berekspektasi tinggi. Tema yang jarang tersentuh sineas lain. Ardina Rasti yang dimata gue bermain flat di "Kain Kafan Perawan" dan "The Sexy City". Ga lebih baik dari "Virgin". Maybe karena peran yang didaulat buat dia akhirnya disetiap filmnya, Rasti tampil sangat membosankan bahkan buruk. Gue penasaran, jadi seperti apa dia di film ini.

Kalo ga salah, tahun ini, udah ada dua selebriti yang memproduseri 2 film secara langsung. Nadine Chandrawinata (The Mirror Never Lies) dan Batas (Marcella Zalianty). Melihat hasil dari kedua filmnya, gue seneng dibuatnya.



Film Batas bertutur tentang Jaleswari (Marcella Zalianty) yang mengajukan diri untuk mengambil tanggung jawab memperbaiki kinerja program bidang CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Dengan menjanjikan waktu selama dua minggu ia berusaha menebak teka-teki ketidak jelasan itu. Dibantu Adeus (Marcell Domits) Jaleswari mengupayakan pendidikan disana. Ternyata keinginan kadang-kadang ga bias disatuin sama yang namanya kenyataan. Daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan yang punya pola kehidupannya sendiri. Titik pandang yang berbeda yang mereka miliki dalam memaknai arti garis perbatasan.

Pasca Laskar Pelangi (Belitong), Denias (Pulau Cendrawasih, Papua), Tanah Air Beta (Timor-Timor), The Mirror Never Lies (Wakatobi), dan beberapa film sejenis lainnya, gue berharap akan banyak lagi bermunculan film yang mengangkat satu-persatu daerah-daerah yang ada di negara kita, Indonesia!

Gue ga bakal ngomong panjang lebar soal beberapa scene yang tidak stabil (goyang) karena emang katanya ini ciri khas sang sutradara (Rudi soedjarwo). Bisa dilihat di film “Pocong 3” “Mengejar Mas-Mas” atau “40 Hari Bangkitnya Pocong” semua pengambilan gambarnya se-tipe.

Tema pendidikan mendominasi film ini. Varian seperti ini sudah sering diangkat dan yang paling baru disajikan oleh “Alangkah Lucunya Negeri Ini” dan ‘Tanah Air Beta”. Tapi di film ini cara bertutur tentang pendidikan, berbeda. Rudi Soedjarwo berhasil dengan lugas menjelaskan antara keinginan dan kenyataan. Di scene ini, gue cukup terperangah. Gilak! Nusuk abis!



Dari jajaran cast, Marcella tampil rapi pada porsinya. Puncak akting gemilangnya ada di scene bersimpuh darah dan mengerang ketakutan. Arifin Putra yang sebelumnya menggugah di “Rumah Dara” juga tampil pas denga kulit kecokelatannya. Dari pelakon senior Jajang C Noer dan Piet Pagau tidak mengecewakan. Begitupun sang bintang pendatang baru “Marcell Domits” serta aktor cilik (lagi) Alifyandra. Dan menurut gue yang paling menggebrak dari film ini adalah suguhan segar dari Ardina Rasti. Disini gue melihat tangisan Rasti ga lagi membosankan seperti ketika ia menangis di film The Sexy City. Tangisan menyayat hati, ekspresi dingin, sampe sosok tak berdaya berhasil di perankan dengan sangat baik. Gue rasa, ini salah satu masterpiece Rasti setelah Virgin yang melambungkan namanya. Dia bener bener tampil segger di film ini. Gue puass! *yeyeye*


Tapii.. (ada tapinya niih), dengan itu semua, bukan berarti film ini bakal diminati banyak penonton. Film perbatasan antara negara Indonesia dan Malaysia inipun bisa bener-bener di mengerti di menit-menit akhir. Klimaksnya pas “speech”-nya Jaleswari. Alhasil, film ini masih cukup berat untuk penonton yang bertandang ke bioskop mencari tontonan hiburan.


Dengan menu seperti ini, sudah bisa ditebak film ini hanya akan bertahan di minggu pertama sampai minggu kedua. Sulit rasanya untuk melangkah keminggu ketiga. Ada “Purple Love” dan “Akibat Pergaulan Bebas 2” yang masih menghadang. Ketakutan gue bahkan mungkin berlebihan karena prediksi gue untuk minggu kedua-pun sulit untuk film ini. Film ini gue tonton di theater paling bontot dengan isi ga lebih dari 20 penonton *hiksss.. come on watcher!

Terlepas dari kesulitan film ini untuk naik ke tangga box office,menurut gue “Batas” layak menjadi koleksi film indonesia. Menengok banyak film ‘kacang’ yang hanya merusak citra perfilman Indonesia yang beredar, “Batas” bisa dibilang salah satu film kebanggaan indonesia. Film yang mencerminkan Indonesia. Film yang wajib disebut Film Indonesia. Gue jamin itu *ditutup dengan agak ngotot*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar